kejadian yang akan gue ceritakan terjadi beberapa waktu yang lalu. gue lupa-lupa ingat.
ini merupakan dialog satu arah atau lebih tepat disebut wejangan dari seorang dosen di kampus gue. ceritanya, gue habis praktikum di lab sebagai salah satu tes penerimaan asisten laboratorium. lalu pak dosen tersebut (gue nggak usah sebut nama ya hehe) masuk ke ruangan lab dan mulai mencoba mengobrol dengan kami (Sekali lagi, lebih tepat disebut wejangan). Hampir 30 menit atau lebih kami mendengarkan beliau (gue dan 4 orang lainnya), dan itu dilakukan dengan berdiri ya bro!!
intinya yang gue ingat, maaf kalau ada yang kurang atau bahkan gue tambahkan, pak dosen bercerita tentang semangat kami sebagai calon engineer yang kurang. Kami nih calon engineer, tapi risetnya kurang, ngoprek-ngoprek alatnya kurang, daya tahan untuk konsisten melakukan sesuatu juga kurang. ‘kurang’ dimana-mana itu bikin kami nggak cekatan nantinya ketika di dunia kerja. ingat loh, dunia kerja bukan cuma ngebahas tentang uang, seperti yg beberapa teman ‘idealis’ gue bicarakan. dunia kerja kita sebagai engineer, ya bukan cuma nyari nafkah, tapi juga pengabdian buat kondisi masyarakat yang lebih stabil. coba lah dibayangin kalau electrical engineer lama nganalisis black out yang terjadi di suatu wilayah, kacau lah banyak hal, segi ekonominya kah, atau bahkan kewarasan seseorang (yang biasa complain di twitter ‘yaelah PLN mati lampu mulu sih gue lagi bikin tugas belum disave!’ padahal dia lagi twitteran). kita juga sebagai engineer harus inovasi terus, ya karena teknologi itu terus berkembang. lalu pak dosen mulai bercerita tentang ‘kuran kondusif’nya iklim riset di Indonesia. lain halnya dengan di Negara lain, misalnya di Jepang sebagai contoh yang gue tahu perkembangan teknologinya, pemerintah mereka aware sama teknologi. wallahu’alam deh di Indonesia, mungkin ada kucuran dana untuk riset tapi kami yang memang kurang ‘ghiroh’ untuk mencarinya. Lalu hal terakhir yang gue Ingat, pak dosen bilang kalau kita (entah maksudnya beliau dan siapa), harus bisa bikin anak-anak lain mengerti. beliau sebagai dosen, bukan cuma memberikan materi, tapi juga memastika kalau mahasiswa-mahasiswanya paham dan bisa mengaplikasikan ilmu yang udah beliau sampaikan. begitu juga dengan kami sebagai calon asisten yang notabener diharapkan untuk ‘lebih’ memacu semangat teman-teman kami. kami, mahasiswa dan calon engineer, jangan asal mau disuruh-suruh praktikum gini-gini-gini, colokin kabel gini-gini-gini, ngerjain laporan ditulis tangan sampe keriting, bikin tutam sampe mabok, ngeresume jurnal 20 halaman, ngeliat alat ukur sampe mata pusing. Non sense, kita bukan kuli/tukang yang cuma bisa disuruh-suruh, begitu kalau beliau. tapi kita juga harus tau, KENAPA gue harus nyolok kabel yang ini kesitu, KENAPA gue nggak boleh ngejumper di alat ukur, KENAPA, KENAPA, KENAPA….? harus selalu ada pertanyaan kenapa tiap kali kita dikasih sesuatu dan harus ada niat yang kuat untuk menjawab pertanyaan itu. dan kalau emang pertanyaan itu nggak ada yang tahu, maka kita sendiri yang punya tanggung jawab untuk menjawabnya dengan serangkaian riset dan analisis.
Maaf kalau tulisan gue sedikit berlebihan dan cerita pak dosen banyak yang gue tambahin dengan opini pribadi. tapi ini tamparan banget sih buat gue pribadi sebenernya. Pas itu gue mikir, gile lu zi, udah susah-susah masuk elektro, kerjaan lu cuma baca komik, nonton anime, buka kaskus doang…praktikum asal praktikum kelar, laporan asal laporan terkumpul, kuliah asal lulus diatas C… terus buat apa lo pajang-pajang di facebook dan di twitter “study in Electrical Engineering” kalau nggak ada niat dan semangat untuk bener-bener “Study”?
semoga yang kayak gini cuma gue deh. jangan ada lagi calon engineer yang cuma bangga jadi ‘calon’, tanpa bener-bener merealisasikan diri menjadi ‘real engineer’.
semoga gue bisa lebih baik, sebagai calon engineer, buat agama dan Negara ini. Semoga gue juga diistiqomahkan niatnya untuk tetap di jalan ‘engineering’ ini, nggak tetiba puter balik ke jalan sastra dan literasi
sumber: https://kacamatazia.wordpress.com/category/perkuliahan/calon engineernya banyak, tapi kok bangsanya gini-gini aja? udah berguguran sebelum melepas titel ‘calon’ ya?
No comments:
Post a Comment