Menu Bar

Kata Mutiara

"Keberhasilan merupakan tetesan dari jeri-payah perjuangan, luka, pengorbanan dan hal-hal yang mengejutkan. Kegagalan merupakan tetesan dari kemalasan, kebekuan, kelemahan, kehinaan dan kerendahan"

ANIMASI TULISAN BERJALAN

Saturday, March 8, 2014

Buck Konverter


Bagaimana Cara Membuat dan Mendisain Buck Konverter. 
Gambar di atas adalah rangkaian buck konverter

Buck konverter menghasilkan tegangan output yang lebih kecil dari tegangan masukan. Cara kejanya adalah :
  1. Ketika switch closed : dioda bekerja reversed/block sehingga suplai input mengalir ke induktor juga ke beban.
  2. Ketika switch opened : dioda bekerja forward/unblock sehingga energi yang disimpan di induktor dapat mengalir ke beban.
Buck Konverter adalah konverter yang bekerja sebagai Step-Down DC(Direct Current) kerjanya adalah menurunkan tegangan DC dengan mengatur besar Dutycycle switching saya tidak akan basa-basi untuk menerangkan buck konverter kita mulai dengan mendisain buck konverter :
  1. Menentukan daya output maksimumtegangan output, dan tegangan input.
  2. Menentukan frekuensi switching ini tergantung dari sumber switching.
  3. Menentukan dutycycle dengan rumusan Vin/Vout.
  4. Menentukan rippel arus maksimum biasanya 30% dari arus beban (disunting dari microchip).
  5. Menghitung nilai Induktor, nilai kapasitor output.
Contoh aplikasi dari Buck Konverter untuk charger pada solarcell:
Dengan tegangan solarcell 24Volt dan tegangan pengisian battery 12Volt maka dibutuhkan tegangan pengisian sebesar 10-20% lebih besar yaitu 14Volt, sedangkan disain arus pengisian 2Ampere  sehingga daya beban adalah 28W, R=Vo/Io = 7ohm, dan frekuensi switching adalah 40Khz, rippel arus yang diinginkan 10%, rippel tegangan yang diinginkan 4%, effesiensi yang diinginkan 85%, maka disain induktor, kapasitor dari buck konverter :
Tahap 1 mencari nilai Iout dari efisiensi yang kita targetkan :


 

Tahap ke-2 mencari delta IL :



Tahap ke-3 mencari dutycycle :



Tahap ke-4 mencari delta Vo:




Tahap ke-5 mencari nilai induktansi induktor:














Tahap ke-6 mencari nilai kapasitif kapasitor nilai kapasitor untuk pengaplikasiannya nilainya dapat dibulatkan ke atas:



Tahap ke-7 mencari arus induktor untuk menentukan penampang induktor:




Maka diameter kawat yang memiliki KHA(kemampuan hantar arus) 2.1A adalah

Tahap ke-8 adalah mencari jumlah lilitan dari induktor, terdapat dua jenis besar induktor yang sering digunakan yaitu EI,EE, dan toroid jenis E memiliki perbedaan perhitungan dengan toroid dengan Bmax(adalah flux maximum/batas saturasi) jika ferrit tidak diketahui Bmax maka digunakan 0.3-0.35, untuk Ac (core cross sectional area/luas inti ferit) kalau menggunakan ferrit tipe FPQ-32/30 yang bisa di dapat di digi-ware memiliki Ac=1.42 cm2:






Sehingga didapat jumlah lilitannya adalah 13 lilitan kemudian untuk menyelaraskan nilainya dapat diukur menggunakan LCRmeter, nilai kapasitornya 3.15uF~5uF.

Komponen-komponen pendukung lainnya adalah :
  1. Diode fastrecovery (dapat dibeli di toko elektronika).
  2. Rangkaian penyulutan dapat menggunakan microcontrol, atau menggunakan rangkaian analog. 
  3. Komponen switch dapat menggunakan mosfet irfp460.
  4. kemudian karena ID=2A maka rating diode output 2A keatas.




Gambar diatas adalah gambar rangkaian pembangkit pulsa penyulutan yang dutycycle dan frekuensi dapat diatur oleh R1, R15

Note: Rippel dapat dikurangi dengan cara

  1. Menambah frekuensi switching.
  2. Menambah ukuran nilai induktor.
  3. Menambah ukuran nilai kapasitor.
Daftar Pustaka:

DC TO DC CONVERTER

DC to DC converter merupakan suatu device yang mengubah/mengkonversi energy listrik dari DC ke DC (menaikkan atau menurunkan), tanpa mengubah polaritas dari sumber.DC to DC converter ini memanfaatkan Charging dan discharging pada inductor, dengan metode switching. Switch yang digunakan adalah semikonduktor yang dioperasikan pada frequency tinggi semisal transistor BJT atau juga FET. DC to DC ini sangat sering dipakai di industry secara umum, dan elektronik khususnya, karena memiliki efesiensi yang tinggi. Divice ini biasanya dipakai sebagai pengatur kecepatan motor, atau mobil listrik, dan bisa juga untuk charger.
Beberapa Jenis DC to DC converter diantaranya:
  1. Buck Converter, Menurunkan tegangan
  2. Boost Converter, Menaikkan tegangan
  3. Buck-Boost Converter, Menurunkan dan menaikkan tegangan.
  4. Flayback (polaritas dengan outputnya dibalik).
Duty cycle adalah, perbandingan waktu hidup (konduksi) dengan total periode dari switching.
rangkaian ini memakai switch yang berupa semikonduktor, yang namanya switch dia bekerja hidup dan mati secara periodik, atau dapat kita katakan adalah ada periode on, ada periode off. 1 periode (T) adalah, waktu yang dibutukan oleh switch untuk 1 kali on dan 1 kali off. Duty cycle ini berfungsi sebagai konstanta pengali tegangan output yang dihasilkan pada design DC to DC converter. 
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa, Buck Converter berfungsi untuk menurunkan tengangan, misalkan dari 12V DC ke 6 Volt DC, 10V DC ke 2 Volt DC, dll. Karana menurunkan tegangan, maka tegangan output yang dihasilkan akan selalu lebih kecil dari tegangan input(Supply), namun ingat polaritasnya tetap sama ya. Buck konverter menurunkan tegangan dengan memanfaatkan charge dan discharge dari induktor, tentu saja harus memiliki konfigurasi tertentu, jika tidak maka rangkaian tersebut boleh jadi tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Secara umum konfigurasi Buck Converter adalah sebagai berikut:
Buck Converter
Vg(Vin) sebagai seumber, kemudian ada FET sebagai switch (Q), ada diode(D) sebagai penyearah, ada induktor(L) sebagai komponen utama charge dan discharge, kemudian ada kapasitor(C) yang berfungsi memperhalus tegangan output yang dihasilkan, dan terakhir ada beban (R) sebagai matching impedance. Switch (Q) sebagai saklar. yang berkedip pada frequency yang cukup tinggi (puluhan hinga ratusan KHz), sebagai pengendali time charge dan discharge. dalam membuat analisis kita hanya cukup mengabil sample 1 peride saja,karena frequency konstan dan terus berulang. Dengan demikian, kita dapat membagai kondisi pada rangkaian diatas, yakni pada kondisi on dan pada kondisi off:
  1.  Kondisi switch on,
Pada kondisi ini, switch pada kondisi menutup, sehingga arus mengalir dari sumber menuju inductor, kapasitor dan juga resistor. Pada kondisi ini, inductor mengalami charging arus. Pada kondisi charging seolah inductor short, sampai arus mencapai maximum. Persamaan rangkaian pada kondisi on dapat dituliskan sebagai berikut:
Swich on mode
Vin=VL+ VC,
dimana Vout=VC, maka dapat dituliskan kembali.
Vin=L(di/dt)+Vout,
di/dt selanjutnya dapat ditulis, Δi/ Δt
in=L Δi/Δt+Vout 
Δt=adalah waktu on, sehingga dituliskan:
 Vin=L
Δi/Δton+Vout                                                                                                                
Sehinga nilai Δton= L Δi/(Vin-Vout)….(1)
Pada kondisi ini dapat dikatakan bahwa nilai tegangan induktor(VL)adalah selisih antara tegangan input dengan tegangan output selama periode on.Pada kondisi ini, ripple diperkiran untuk V(t) (beban):
Arus induktor saat periode on
VL~Vin-Vr
Ic~IL-V/R

Pada periode On, arus mencharging di induktor sebersar (Vin-Vr)/L, hingga dia mencapai nilai max, tentu juga tergantung dari periode on (ton) nya. Pada saat ini arus juga mengalir di capacitor, yang besarnya adalah arus induktor dikurangi degnan arus beban.
2. Kondisi switch off
Pada kondisi switch off, sumber tidak terhubung dengan rangkaian, pada kondisi ini indktor telah berubah menjadi sumber arus, karena telah discharging pada saat switch on. Karena inductor berfungsi sebagai sumber arus, sekarang giliran dia yang mensupply kebutuhan komponen yang lain. Secara matematis dapat dinyatakan dengan:
Kondisi Switch Off.
VL=VC=Vout
L Δi/Δtoff =Vout,
hal ini berarti induktor berubah menjadi sumber arus, energy potensial yang tersimpan sebesar L Δi akan dikonversikan mejadi tegangan output (Vout) selama periodeoff (toff). dari persamaan diatas, kita dapat memperoleh nilai dari Δtoff. 
Δtoff= L Δi/Vout……(2)
 Lalu bagaimana dengan distribusi arus yang terjadi pada induktar saat periode ini?, nah kita dapat mengamatinya pada gambar berikut:
Arus Induktor pada kondisi switch off.
Gambar diatas memperlihatkan, saat induktor periode on, maka arus akan mencharging induktor hingga mencapai Imax, dan pada saat switch off, arus akan discharge dan turun hingga mencapai nilai minimumnya Imin.Turunnya arus ini dapat kita tuliskan secara matematis, sbb:
VL=-Vout
Ic=IL-V/R
Tanda negative menyatakan bahwa tegangan turun(discharge), sedangkan arus yang mengalir di capcitor sebesar arus induktor dikurangi dengan arus pada beban.
Kondisi setelah induktor off
setelah kondisi benar-benar off, artinya saklar terbuka untuk beberapa waktu. Arus induktor adalah nol, dan tegangannya juga nol. Maka masih tersisa sedikit tegangan di capacitor. Rangakaian diatas dapat kita tuliskan sebagai berikut:
VL=0, IL=0
Sedangkan untuk ripple yang terjadi, diperkiran adalah sebagai berikut: 
VL=0, Ic=-V/R    (arus Kapasitor discharge )
Kondisi induktor Off
secara lengkap kita dapat menggambarkan respon dari tegangan dan arus induktor dalam bentuk diagram garis:
Respon Arus dan Tegangan Induktor
Penguatan dari Buck Converter, Duty cycle.
Setelah kita mengerti bagaimana prinsip dari kerja rangkaian diatas, maka kita dapat melanjutkan lagi ke penguatan yang dihasilkan oleh buck converter diatas, secara logika saja semisal kita punya sumber 12 VDC kemidan output nya menjadi 6 VDC, berarti penguatan dari buck tersebut adalah 0.5. nah bagaimana menganlasisnya?, kita perhatikan pembahasan berikut:
Dari persamaan 1 dan 2 kita akan mencari penguatan dari sebuah buck converterInilah yang akan menjawab mengapa dengan input 12 menjadi 2,3,5, atau 6 volt.
Persamaan 1: Vin=L Δi/Δton+Vout 
Persamaan 2: L Δi/Δtoff =Vout
Dengan mengganti L Δi, maka
Persamaan 1 : Vin=(Vout. Δtoff )/ Δton +Vout
                                        =Vout([Δtoff / Δton]+1)
                                        =Vout[(Δtoff +Δton)/ Δton], karena Δtoff +Δton=T, maka
                                        =Vout[T/ Δton], karena k= Δton/T,
                                Vin =Vout[1/k], atau Vout= kVin
Nah disinilah, mengapa duty cyle sangat penting pada sebuah DC to DC converter. Duty cyle menentukan berapa kali penguatan output yang dihasilkan. Pada buck Converter, besarnya tegangan output adalah k kali tegangan input.  Ya anggap saya tegangan input 12 V maka, jika k=0.5, tentu saja output yang dihasilkan adalah 6 Volt.
Induktor Charge-discharge dalam 1 periode
Pada pembahasan, pembahasan diatas, kita telah menjelaskan satu persatu kondosi rangkaian. nah kita dapat juga mengamati bagaimana hubungan antara induktor dengan tegangan input output tetapi lengkap satu periode langsung. ok, kita tehu bahwa satu periode adalah 1 kali untuk on dan off,, secara matematis adalaha sebagai berikut:
1periode (T)=ton+toff
Dengan difinisi ini, ditambah dengan hasil persamaan 1 dan persamaan 2 diatas, maka dapat dijabarkan sebagai berikut.
Δton+ Δtoff=T
L Δi/(Vin-Vout)+ L Δi/Vout=T
L Δi[(1/(Vin-Vout)+1/Vout)]=T
L Δi[(Vout+Vin-Vout)/(Vin-Vout)Vout]=T
L Δi[(Vin)/(Vin-Vout)Vout]=T…….(3)
persamaan 3 inilah, gambaran hubungan antara induktor dngan tegangan input output dalam 1 periode, perhitungan ini sangat penting dalam mendesign sebuah buck converter jadi harus dipahami.

Wednesday, March 5, 2014

Proses Terjadinya Busur Api Pada Circuit Breaker


Pada waktu pemutusan atau penghubungan suatu rangkaian sistem tenaga listrik maka pada PMT (circuit breaker) akan terjadi busur api, hal tersebut terjadi karena pada saat kontak PMT dipisahkan , beda potensial diantara kontak akan menimbulkan medan elektrik diantara kontak tersebut, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
Arus yang sebelumnya mengalir pada kontak akan memanaskan kontak dan menghasilkan emisi thermis pada permukaan kontak. Sedangkan medan elektrik menimbulkan emisi medan tinggi pada kontak katoda (K). Kedua emisi ini menghasilkan elektron bebas yang sangat banyak dan bergerak menuju kontak anoda (A). Elektron-elektron ini membentur molekul netral media isolasi dikawasan positif, benturan-benturan ini akan menimbulkan proses ionisasi. Dengan demikian, jumlah elektron bebas yang menuju anoda akan semakin bertambah dan muncul ion positif hasil ionisasi yang bergerak menuju katoda, perpindahan elektron bebas ke anoda menimbulkan arus dan memanaskan kontak anoda.

Ion positif yang tiba di kontak katoda akan menimbulkan dua efek yang berbeda. Jika kontak terbuat dari bahan yang titik leburnya tinggi, misalnya tungsten atau karbon, maka ion positif akan akan menimbulkan pemanasan di katoda. Akibatnya, emisi thermis semakin meningkat. Jika kontak terbuat dari bahan yang titik leburnya rendah, misal tembaga, ion positif akan menimbulkan emisi medan tinggi. Hasil emisi thermis ini dan emisi medan tinggi akan melanggengkan proses ionisasi, sehingga perpindahan muatan antar kontak terus berlangsung dan inilah yang disebut busur api.

Untuk memadamkan busur api tersebut perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat menimbulkan proses deionisasi, antara lain dengan cara sebagai berikut:
1. Meniupkan udara ke sela kontak, sehingga partikel-partikel hasil ionisai dijauhkan dari sela kontak.
2. Menyemburkan minyak isolasi kebusur api untuk memberi peluang yang lebih besar bagi proses rekombinasi.
3. Memotong busur api dengan tabir isolasi atau tabir logam, sehingga memberi peluang yang lebih besar bagi proses rekombinasi.
4. Membuat medium pemisah kontak dari gas elektronegatif, sehingga elektron-elektron bebas tertangkap oleh molekul netral gas tersebut.
Jika pengurangan partikel bermuatan karena proses deionisasi lebih banyak daripada penambahan muatan karena proses ionisasi, maka busur api akan padam. Ketika busur api padam, di sela kontak akan tetap ada terpaan medan elektrik. Jika suatu saat terjadi terpaan medan elektrik yang lebih besar daripada kekuatan dielektrik media isolasi kontak, maka busur api akan terjadi lagi.

Korona Pada Dielektrik Gas


Terjadinya ionisasi dibawah pengaruh medan listrik dapat terjadi pada setiap gas yang memiliki kekuatan dielektrik yang relatif rendah. Dalam gas elektronegatif, seperti sulfohexafluoride atau freon, ionisasi terjadi pada kuat medan listrik yang lebih tinggi.
Mekanisme terjadinya korona di udara (gas) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Elektron bebas yang terdapat di udara terakselerasi menuju anoda akibat adanya gaya yang ditimbulkan oleh medan listrik hadir diantara dua elektroda yang diberi tegangan. Dalam perjalanannya menuju anoda, elektron bebas tersebut membentur atom atau molekul netral dengan energi kinetis yang besar (melebihi energi ikat muatan atom atau molekul bebas) yang menyebabkan terlemparnya elektron atom atau molekul bebas tersebut dari lintasan atomnya sehingga menghasilkan elektron bebas baru dan ion positif. Peristiwa ini terjadi selama medan listrik berlangsung, sehingga menyebabkan terjadinya banjiran elektron ataupun ion positif pada dielektrik.
Akibat salah satu elektroda lebih runcing dibandingkan yang lain, maka kuat medan listrik (Er) dibagian elektroda yang runcing akan lebih tinggi dibandingkan kuat medan listrik ditempat (E) lain. Apabila kuat medan listrik (Er) ini lebih tinggi dibandingkan kekuatan dielektrik (KD) udara, maka akan terjadi tembus listrik. Tetapi karena medan listrik Er hanya terjadi didaerah yang runcing, maka tembus listrik hanya akan terjadi di daerah ini, sedangkan daerah lain belum mengalami tembus listrik (E lebih kecil daripada KD). Peristiwa inilah yang disebut dengan korona. Ilustrasi peristiwa ini dapat dilihat pada Gambar 2 a,b, masing-masing untuk korona positif dan korona negatif.
korona gas
Gambar 2. Proses terjadinya korona
Apabila udara tersebut digabungkan dengan minyak sebagai bahan isolasi, maka KD udara akan lebih tinggi disatu pihak, sedangkan dilain pihak KD minyak akan menjadi lebih rendah. Dalam perancangan sistem isolasi, pengaturan antara pemakaian jenis dielektrik sering menjadi perhatian, karena disamping dapat menguntungkan pemakaian peralatan dapat juga menjadi kerugian sistem.

Pengaruh Korona Pada Kinerja Peralatan Listrik


Pada peristiwa korona terjadi pemindahan muatan elektron dalam suatu wilayah tertentu dalam material pengisolasi. Gejala listrik ini pada dasarnya adalah peluahan listrik karena energi hilang darinya dan daya didisipasikan. Peluahan seperti itu disamakan dengan peristiwa pembombardiran nuklir terhadap material ditempat terjadinya peluahan. Pada saat yang bersamaan, panas dihasilkan dalam wilayah ini.
Diluar material isolasi, peluahan yang terjadi menghasilkan arus transien yang mengalir ke dalam rangkaian yang terhubung dengan elektroda sistem isolasi ditempat terjadinya korona. Pulsa-pulsa arus ini memiliki waktu naik cepat dan durasinya juga cepat karena mereka merupakan hasil pergerakan muatan yang sangat cepat. Ukuran, amplitudo dan frekuensi timbulnya pulsa dapat sangat bervariasi karena pulsa ini dipengaruhi oleh banyak variabel.
Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh pengaruh-pengaruh korona pada peralatan listrik.
Pengaruh Korona Terhadap Material
Korona yang disertai dengan pembombardiran elektron atau ion digabung dengan pengaruh pemanasan yang intens, dapat membuat erosi pada material, merusak atau merubah struktur atom atau molekul material, dan menghasilkan material baru yang tidak ada sebelumnya sebagai akibat proses perubahan struktur. Material baru ini dapat bereaksi secara kimiawi dengan beberapa material lain didaerah dimana korona terjadi. Reaksi ini dapat mengakibatkan korosi.
Pengaruh Korona Pada Komunikasi, Kendali dan Pengukuran Listrik
Arus pulsa yang dihasilkan oleh korona dalam rangkaian peralatan dapat memiliki waktu puncak yang sangat singkat, frekuensi kejadian yang tinggi dan amplitudo yang sesuai untuk mensimulasi, memalsukan, mendistorsi atau memalsukan sinyal yang digunakan dalam komunikasi, kendali, dan pengukuran. Arus pulsa korona ini dapat juga dapat mengalir dari rangkaian dimana pulsa ini terbentuk ke rangkaian lain, tidak hanya melalui konduksi, tetapi juga dengan kopel elektromagnetik dan elektrostatik.

Asal dan Sifat Korona


Menurut definisinya korona merupakan hasil terakselerasinya ionisasi dibawah pengaruh suatu medan listrik. Ini merupakan proses fisika dimana struktur molekul netral atau atom diubah akibat benturan atom atau molekul netral dengan elektron bebas, photon atau ion negatif.
Setiap sistem isolasi atau elektroda dimana korona dapat terjadi merupakan sumber korona. Wilayah dimana korona terjadi disebut lokasi korona (corona sites). DalamGambar. 1, untuk sistem isolasi sederhana diperlihatkan beberapa lokasi korona yang sering dijumpai dalam kenyataan sehari-hari.
lokasi terjadinya korona
Gambar 1. Lokasi terjadinya korona
Keterangan Gambar 1, antara lain:
  1. Permukaan runcing konduktor yang bersentuhan dengan gas yang dapat bersikulasi dengan bebas.
  2. Daerah tertentu pada permukaan material isolasi yang bersentuhan dengan gas yang memiliki resistivitas permukaan yang lebih rendah dibandingkan wilayah yang mengelilinginya sehingga muatan-muatan bebas dapat terbentuk pada daerah itu hingga tegangan diantara daerah itu dan daerah lainnya cukup tinggi untuk menyebabkan terjadinya korona di udara yang mengelilinginya.
  3. Sela diantara permukaan bidang konduktor dan material pengisolasi yang berisi gas dimana medan listrik timbul dengan kekuatan yang cukup untuk memulai tembus listrik gas bukan material isolasi padat yang memisahkan elektroda sistem.
  4. Rongga atau celah berisi gas yang dikelilingi sebagian atau seluruhnya oleh permukaan konduktor dan material pengisolasi padat atau cair.
  5. Rongga berisi gas yang dikelilingi seluruhnya oleh material pengisolasi padat ataupun cair, biasanya disebut kekosongan (void) terlepas dari kenyataan bahwa mereka terisi dengan gas dengan kerapatan yang dapat sangat bervariasi tergantung tekanan dan temperatur gas.

Metode Pendeteksian dan Pengukuran Korona


Metode Pendeteksian Korona
Terjadinya korona dapat ditandai dengan timbulnya cahaya dan bunyi ditempat terjadinya korona tersebut, dan arus pulsa dalam rangkaian yang terhubung dengan elektroda sistem isolasi dimana korona terjadi. Berikut ini dijelaskan beberapa metode dalam mendeteksi ada tidaknya korona, antara lain:
  1. Emisi cahaya yang menyertai korona digunakan dalam penelitan dimana hubungan antara arus dan waktu harus ditampilkan dengan distorsi yang sekecil mungkin. Metode ini dapat diterapkan jika tempat terjadinya korona dapat terlihat.
  2. Bunyi yang dihasilkan oleh korona dapat dideteksi dengan penggunaantransducer tekanan supersonik dan receiver khusus. Metode ini dapat diterapkan hanya di tempat dimana korona terjadi merupakan lokasi sirkulasi udara bebas sehingga tekanan gelombang yang dihasilkan korona dapat mencapai tekanan supersonik transducer tanpa diperkuat. Metode ini dapat mendeteksi satu lokasi terjadinya korona yang jaraknya relatif dekat antara satu dengan yang lainnya dengan cepat dikarenakan kesensitifan transducerterhadap arah tekanan yang sangat baik.
  3. Metode yang paling sering digunakan adalah menampilkan sinyal, yang berkaitan dengan pulsa-pulsa arus dan pulsa tegangan dalam rangkaian eksternal yang terhubung dengan elektroda pada sistem isolasi dimana korona terjadi.
Metode Pengukuran Korona
Metode pengukuran korona terdiri dari beberapa metode menurut jenis benda uji atau kondisi eksternal terutama derau (noise), antara lain:
Metode Pengukuran dengan Kapasitor Kopling
Pengukuran dilakukan melalui impedansi Ck dan sesuai untuk pengujian benda uji yang ditanahkan dengan kapasitas elektrostatis yang besar sebagai suatu piranti yang terpasang, seperti pada Gambar 1 di bawah ini.
korona koplingGambar 1. Metode Pengukuran Dengan Kapasitor Kopling
Metode Pengukuran dengan Benda Uji Tidak Diketanahkan
Pengukuran melalui terminal pentanahan dari benda uji ketika benda uji Ca dapat diisolasi ke tanah dan sesuai untuk pengujian benda uji yang tidak diketanahkan dengan kapasitas elektrostatis yang kecil. Dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.
korona tanah
Gambar 2. Metode Pengukuran Dengan Benda Uji Tidak Diketanahkan
Metode Pengukuran dengan Rangkaian Penyeimbang
Pengukuran dengan rangkaian pendeteksi keseimbangan, contohnya, metode yang hanya mengambil peluahan internal dengan menyeimbangkan derau eksternal dengan keseimbangan input jenis BL-1 NKS detektor peluah parsial (Gambar 3).
korona seimbang
Gambar 3. Metode Pengukuran Dengan Rangkaian Penyeimbang
Keterangan komponen gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Transformator Uji (T.T) digunakan untuk membangkitkan tegangan sampai nilai ratingnya tanpa mengalami peluahan parsial di dalamnya.
  2. Impedansi penahan (Zch) berguna untuk mencegah derau (noise) yang berasal dari sumber tegangan atau arus pulsa peluahan dari luar yang mengarah ke sumber tegangan. Impedansi ini harus dibuat sebesar mungkin di bawah kondisi dimana impedansi pada frekuensi komersial cukup rendah dibandingkan dengan impedansi pararel dari benda uji Ca dan kapasitor kopel Ck. Biasanya induktansi bernilai beberapa millihenri atau resistansi dari 1 sampai 100kΩ digunakan.
  3. Kapasitor kopel Ck, merupakan impedansi by-pass yang berfungsi untuk membentuk rangkaian tertutup arus pulsa. Kapasitor yang digunakan berkapasitas 1000 sampai 2000 pF.
Keterangan komponen masing-masing gambar:
  • T.T  >>>> Transformator Uji
  • Zch  >>>> Impedansi pendeteksi
  • Ca     >>>> Benda Uji
  • Ck     >>>> Kondensator Kopel
  • Co     >>>> Kondensator By-Pass.

iklan

iklan